Senin, 09 Maret 2009

syair menjemput mati

SYAIR-SYAIR MENJEMPUT MAUT
(Remembrance of Death and the Afterlife)
Al-Ghazâlî

Ketika Abû Bakr r.a. mendekati ajalnya, ‘Aisyah r.a. datang dan mengucapkan syair :

Demi hidupmu! Tak berguna lagi harta
Benda bagi manusia
Ketika dia merasakan sakratulmaut, dan
rongga dadanya tersekat.

Abû Bakr berkata,”jangan berkata begitu. Katakan sajalah, Dan sakratulmaut telah datang dengan sebenarnya. Inilah yang dahulu selalu kamu jauhi!

Dan ‘Aisyah r.a. berucap sesaat sebelum Abû Bakr r.a. wafat:

Betapa banyak wajah yang kian memutih,
Hingga burung-burung merpati
menyangka awan,
Itulah musim semi bagi si yatim, pelindung para janda.

‘Alî r.a. bersyair beberapa saat menjelang kematiannya:

Bersiap-siaplah untuk menyambut
Maut. Sungguh kematian akan kau jelang
Janganlah kau takut kepada kematian.
Ketika tiba di pesisir hidupmu.

Ruwain berkata “ Aku hadir pada saat menjelang wafatnya Abû Sa’îd Al-kharrâz. Saat itu dia berujar:

Kerinduan hati para ‘arifin adalah kepada Zikir, dan zikir mereka
ada dalam kesunyian munajat.
Cangkir takdir diedarkan diantara mereka, dan mereka berpaling dari
dunia bagai orang mabuk.
Rasa rindu mereka berkeliling di perkemahan, jika ada pecinta
Tuhan yang bersinar bagai bintang gemilang
Jasad mereka terbujur karena cinta-Nya, dan ruh-ruh mereka yang
bertabir, pergi dimalam hari menuju keagungan.
Perhentian mereka hanyalah disisi Sang kekasih, dan mereka tak lagi
disimpangkan kesengsraan atau bahaya.”

Abû ‘Alî Al-Rûdzbârî

Demi kebenaran-Mu, tak akan kupandang selain Engkau dengan mata
cinta hingga aku bertemu dengan-Mu
Aku melihat-Mu sebagai penyiksaku, yang melemahkan penglihatanku,
dan membuat pipiku merah karena rasa malu kepada-Mu.

Syair Al-Sarî Al-Saqathî dimasa sakit, saat dijenguk Al-junaid:

Bagaimana aku mengadu kepada tabibku tentang yang kuderita,
sedangkan deritaku itu datang dari tabibku sendiri.


Syair diucapkan ketika Al-Junaid mengambil sebuah kipas, tapi dia berkata, ‘Bagaimana angin kipas bisa dirasakan nyaman oleh orang yang jantungnya sedang terbakar’ lalu dia bersyair:

Hati terbakar, air mata berhamburan; derita menumpuk dan
ketabahan menghilang.
Bagaimana menyuruh sabar pada orang yang tak lagi memilikinya,
karena dizalimi hawa nafsu, cinta, dan kegelisahan.
Ya Allah, seandainya masih tersisa rasa gembira untukku.
Berikanlah itu selagi aku masih bernafas.



Diriwayatkan bahwa sekelompok sahabat, Al-Syiblî datang mengunjunginya ketika dia telah mendekati ajalnya. Mereka mengatakan kepadanya, “ katakanlah’ tidak ada Tuhan selain Allah’!”
Dia pun lalu bersyair:

Rumah yang kau tempati, tak lagi perlu lentera.
Wajah-Mu yang kami harap jadi bukti
Dihari ketika manusia memerlukan bukti
Semoga Tuhan tidak memberikan kebahagian kepadaku
Jika baru hari ini aku bersimpuh memohon.

Menurut Annemarie Schimmel (hlm 126-7) baris-baris syair ini, yang masih disenandungkan dalam acara-acara mistik di anak benua India-Pakistan, umumnya dipahami sebagai pujaan kepada Nabi Saw. Bait terakhir bersifat problematic dan tidak ditemukan dalam naskah aslinya (Risâlah 11.560).

Syair Al-Syâfi’î (rahimahumallah) pada saat masa sakitnya yang terakhir, ketika dikunjungi Abû Yahyâ Al-Mâzanî.

Ketika hatiku mengeras dan jalanku menyempit,
Kujadikan harapan-harapanku sebagai titian menuju ampunan-Mu
Dosaku begitu besar, namun, kubandingkan dengan ampunan-Mu,
ya Allah, ternyata ampunan-Mu lebih besar.
Engkau selalu mengampuni dosa, dan Engkau selalu bermurah hati
dan pemaaf karena sifat-Mu yang Pemurah.
Tetapi, seandainya bukan karena Engkau, tak seorangpun yang
akan digoda oleh iblis.
Maka bagaimana, sedangkan dia telah menggoda Insan
pilihan-Mu, Adam.

Abu ‘Amir bin Al-‘Alâ’ berkata, “Suatu ketika aku bermaksud duduk bersama Jarîr dan dia tengah mendiktekan syair kepada juru tulisnya, lalu muncul iring-iringan orang mengusung jenazah. Dia pun berhenti mendiktekan syairnya dan berkata, ‘Demi Allah, upacara penguburan ini telah membuat rambutku memutih!’ kemudian dia bersyair:

Rasa takut meliputi hati, saat iringan jenazah muncul, dan
Kita bersuka ria jika dia telah lalu.
Bagaikan rasa takut sekelompok domba, dari datangnya srigala,
Dan ketika srigala itu pergi, domba-domba itu kembali merumput


Shilah bin Asyyam: ketika seorang saudaranya meninggal

Jika engkau selamat, artinya engkau selamat dari persoalan yang
paling pelik
Jika tidak, maka sungguh aku tidak bisa menyelamatkanmu


Abû Mûsâ Al-Tamîmî berkata “ ketika istri Al-Farazdaq meninggal dunia, penguburan jenazahnya dihadiri oleh para pembesar di Bashrah. Diantara mereka Al-Hasan, yang bertanya, ‘wahai Abû Firâs (Al-Farazdaq) apa yang telah engkau sisihkan untuk hari ini, enam puluh tahun syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, ‘jawab Abû Mûsâ. Kemudian, ketika istrinya telah dikuburkan , dia berdiri diatas kuburnya dan bersyair:

Aku takut terhadap apa yang diseberang kubur, jika Engkau
Tak mengampuniku, yang lebih sempit dan
lebih menyesatkan daripada kubur
Ketika pada hari kiamat datang panglima yang keras, dan
penggiring yang meggiring Al-Farazdaq
Kalahkanlah anak adam yang berjalan menuju neraka, dan
berkalung belenggu di lehernya.


Orang banyak telah menyatakan tentang ahli kubur.
Berhentilah di pekuburan dan katakana padanya: “mana
diantaramu yang dikuburkan di relung gelapnya?
Mana diantaramu yang dimuliakan di dalamnya, dan telah
merasakan kesejukan rasa aman dari keganasannya?”
Adapun ketenangan mereka, tinggal bagi orang yang
memiliki mata,
Kesenjangan derajat mereka tak bisa di lihat
Jika mereka menjawabmu, maka akan memberitahukan kepadamu
dengan lidah yang menyatakan hakikat keadaan mereka.
Sedangkan orang yang taat, akan tinggal di taman, dibawa
ke tempat yang dikehendaki, diantara pepohonan yang tinggi
Dan pelaku dosa yang berat kepala akan kembali kesebuah
lubang, terjerumus ke dalam lilitan ular-ularnya.
Kalajengking merayap kearahnya, dan jiwanya tersiksa
pedih karena sengatannya.

Perkataan seorang perempuan sambil menangis disebuah pekuburan yang di temui/ di lewati Dâûd Al-Thâ’î

Engkau kehilangan nyawa, dan tidak memperolehnya
ketika mereka telah menempatkanmu di liang lahat
Maka bagaimana aku bisa mamalingkan mata, ketika
disisi kanan mereka membaringkan tubuhmu?"


lalu perempuan tersebut berkata, “wahai ayahku! Andaikan saja aku tahu dari pipi yang mana cacing-cacing itu mulai memakan jasadmu!” mendengar itu Dâûd Al-Thâ’î terperanjat dan jatuh pingsan.


Malik bin Dînâr berkata, “suatu ketika aku berjalan melewati pekuburan dan aku pun berucap:
“Kudatangi kuburan, kupanggil:
Dimana si mulia dan si hina?
Dimana orang yang bergembira dengan kekuasaan?
Dimana orang yang berbangga dengan kesalehan?’”

Kemudian dia berkata” Dari arah kuburan ada yang memanggilku, walau aku tidak melihat seorangpun, aku masih bisa mendengar suaranya:

‘Mereka semua telah musnah, tak seorangpun tahu
keadaan mereka.
Mereka semua telah mati, kabar berita
tentang mereka juga telah mati
Putri-putri bumi berdatangan.
Tapi bumi menghapuskan daya tarik rupa mereka
Wahai engkau yang bertanya tentang orang-orang yang telah
pergi,
Tidakkah kesaksianmu cukup menjadi pelajaran?”

Malik berkata aku pulang sambil menangis.

Beberapa syair yang ditemukan tertulis pada batu-batu nisan.

Tanpa kata-kata, kuburan telah berbisik kepadamu,
Sementara para penghuninya berbaring diam dibawah tanah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar